Tukang Ludruk, Pendiri Nahdlotul Ulama (NU)

Kabupaten Jombang dan seni opera ludruk seperti hubungan ayah dan anak. Kesenian ludruk merupakan kesenian dari Jawa Timur yang dipentaskan dipanggung sebagai sarana hiburan, kritik, dan dakwah. Ludruk biasanya diperagakan oleh grup kesenian dengan mengambil cerita kehidupan rakyat sehari-hari, cerita perjuangan dan lain sebagainya. Kita sebagai warga negara Indonesia harus melestarikan kesenian tradisional seperti ini.

(Kesenian Ludruk dari Jombang)

Menurut KH Abdurrahman Wahid dalam salah satu tulisannya menjelaskan; ludruk digunakan sebagai sarana dakwah sekaligus komunikasi para kiai dan masyarakat. Hal ini terlihat pada penampilan lakon yang tidak menghadirkan sosok perempuan. Sosok perempuan digantikan oleh sosok lelaki yang bermacak perempuan.

Tersebut Asmuri, tokoh ludruk di masa lalu. Ia santri Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari. Karena terlalu sering meludruk, Asmuri pun ditegur oleh kiai pendiri NU tersebut agar membuat seni variasi yang lain.

Asmuri, santri yang cerdas dan memiliki rasa estetika tinggi tersebut, lalu meracik seni gambus Al-Misri.

Pada penyambutan Ekspedisi Islam Nusantara Senin, (19/4/2016) di Pendopo Bupati Kabupaten Jombang, seni gambus Al-Misri tersebut ditampilkan.

Menurut KH Agus Sunyoto, gambus Al-Musti itu asli kreasi santri pesantren Tebuireng. Saat itu, Asmuri yang ayah Asmuni, pelawak Srimulat yang terkenal itu, ditegur Hadratussyekh, "Ri, awakmu akui dojo melirik ae."

Dan, konon sejak kecil, Gus Dur gemar dengan gambus Al-Misri itu
.

0 Response to "Tukang Ludruk, Pendiri Nahdlotul Ulama (NU)"

Post a Comment